Suara Wakil Rakyat
  • Home
  • Breaking News
  • ⁠Reguler
    • Nasional
    • Internasional
    • Olahraga
    • Hiburan
  • Wakil Rakyat
    • Komisi I-VI
    • Komisi VII-XIII
    • Berita Khusus
  • Menu Lainnya
    • Sosok
      • Profil
      • Wawancara
    • Spesial
      • Teknologi
      • Otomotif
      • Kesehatan
      • Sosial
      • Kuliner
    • kolom
    • Lainnya
      • Informasi Buku
      • Suara Redaksi
  • Laporan
    • Laporan Khusus
    • Laporan Papua
    • ⁠Laporan Utama
No Result
View All Result
  • Home
  • Breaking News
  • ⁠Reguler
    • Nasional
    • Internasional
    • Olahraga
    • Hiburan
  • Wakil Rakyat
    • Komisi I-VI
    • Komisi VII-XIII
    • Berita Khusus
  • Menu Lainnya
    • Sosok
      • Profil
      • Wawancara
    • Spesial
      • Teknologi
      • Otomotif
      • Kesehatan
      • Sosial
      • Kuliner
    • kolom
    • Lainnya
      • Informasi Buku
      • Suara Redaksi
  • Laporan
    • Laporan Khusus
    • Laporan Papua
    • ⁠Laporan Utama
No Result
View All Result
Suara wakil rakyat
No Result
View All Result
Home Spesial Sosial

Sosial: Persatuan dalam Perbedaan

suarawakilrakyat@gmail.com by suarawakilrakyat@gmail.com
September 3, 2025
swr foto 016
Share on FacebookShare on Twitter

Suara Wakil Rakyat – Jakarta, Waktu menunjukan pukul 13:46, dimana ia telah selesai makan siang. Selanjutnya ia mencari coffee shop untuk ia dapat bekerja. Monarki Coffee by DINA GROUP adalah tempat ia singgah sejenak. Seperti papan yang tertulis, “Kopi hadiah sederhana dari Bumi untuk jiwa yang haus”, bagi Pak Kar kopi adalah sumber inspirasi untuk berteori. 

img 1475

Berlokasi di Jl. Pondasi, Kayu Putih, Jakarta Timur, cup plastik berisi Kopi Susu Dinabang tersaji di meja kayu. Pahitnya kopi berpadu manisnya gula aren menemani Pak Kar bekerja sepanjang siang hari ini. Tempat yang nyaman diiringi lagu Drunk Text oleh Henry Moodie, Pak Kar berteori asal orang Indonesia. 

img 1478

Teringat ketika Pak Kar melakukan tes DNA dari Myheritage.com. Pak Kar memberikan sampel DNA yang  dikirimkan ke Amerika Serikat. Hasil tersebut membuat Pak Kar sedikit terkejut, ia tidak pernah mengetahui sebelumnya. Diketahui bahwa sekitar 50,2% Pak Kar memiliki DNA orang Thailand dan Cambodia,  37% DNA Austronesia, Cina dan Vietnam di 10,8% dan DNA Finlandia sebesar 2%, sedangkan ia mempercayai bahwa ia keturunan Jepang memiliki DNA kurang dari 1%, yaitu hanya 0% atau bahkan tidak terbaca.

Melihat dari ciri fisik Pak Kar yang tampak sangat oriental, berkulit putih, bermata sipit dan berambut lurus. Namun sejarah keluarga Pak Kar sangat beragam. Dari pihak ibu, Pak Kar keturunan suku Sunda dari Sumedang dan Jawa dari Purwokerto. Dari pihak ayah, pakar keturunan asli Jawa dari Desa Doplang, Blora. Almarhum kakek Pak Kar, yang merupakan ayah kandung dari ibu Pak Kar, merupakan anak dari penjajah Jepang. Yang menarik adalah nenek buyut Pak Kar yang memiliki ciri fisik berkulit putih seperti bule, bermata coklat belo, berambut ikal tebal dan berhidung mancung, ternyata menurunkan DNA orang Belanda dan Cina. 

img 1506

Pak Kar berteori, orang Indonesia dari mana-mana. Dimulai dengan gelombang pertama migrasi Homo Sapien (Manusia Modern) dari Afrika, perjalanan melalui India, hingga sampai ke Nusantara. Manusia ini yang kemudian menjadi nenek moyang orang Papua dan Aborigin di Australia. Migrasi ke-2 terjadi pada saat orang Austronesia dari Taiwan berlayar melalui Philippine, melewati Pulau Sulawesi dan Kalimantan dan menyebar di kepulauan Nusantara hingga sampai ke Pulau Jawa. Manusia ini sering disebut Melayu Tua dalam pelajaran sejarah. Sedangkan migrasi ke-3 dilakukan oleh bangsa Austronesia yang telah kembali ke Cina Daratan yang saat ini dikenal Cina Selatan, melakukan perjalanan ke Asia Tenggara melalui Thailand, lalu ke Malaysia, hingga singgah di Pulau Sumatra dan menyebar di Nusantara hingga sampai ke Pulau Jawa. Manusia ini disebut Melayu Muda atau orang asli Melayu dari Semenanjung Malaya. 

Beralih ke zaman Kerajaan, Bangsa-bangsa ini beradaptasi hidup dengan alam di Pulau-pulau Nusantara, berkelompok menjadi suku-suku yang lebih kecil seperti yang kita kenal sekarang, seperti Suku Melayu, Dayak, Sunda, Jawa, Madura dan sebagainya. Mereka melanjutkan pelayaran, berasimilasi dan berakulturasi dengan bangsa baru dalam perdagangan. Pengaruh pertama dari Bangsa India, saat itu dimulailah masa sejarah dimana suku-suku mulai mengenal aksara. Mengadopsi bahasa Sansekerta, agama Hindu dan Budha, menjadi budaya baru bangsa Indonesia. 

Saat Nusantara menjadi pusat agama Hindu dan Budha di Kepulauan Asia Tenggara, terjalin kerjasama perdagangan dengan bangsa Cina. Pertukaran komoditas hasil bumi dengan kain Sutera, guci Cina dan budaya kuliner, asimilasi terjadi untuk kesekian kalinya. Jalur perdagangan laut yang memegang peran penting hingga masuknya pedagang Arab ke Nusantara. Di saat ini agama Islam mulai menyebar dan sekali lagi bangsa ini mengadopsi budaya asing. 

Hingga di zaman penjajahan lalu kemerdekaan, seperti bangsa Belanda, Portugis, Spanyol dan Jepang, meninggalkan jejak DNA di berbagai wilayah di Indonesia. Gelombang pekerja Belanda dari Cina, singgah di kota-kota Hindia Belanda, seperti Batavia dan lain-lain. Belum lagi bangsa Arab Yaman yang dibawa Belanda sebagai tandingan Kiai-kiai “Pribumi”. Tidak tertinggal bangsa Jepang yang menjajah seumur jagung, serdadu Jepang juga meninggalkan bekas penderitaan dan DNA yang terbaca dengan teknologi modern. 

Menurut Pak Kar, dari pada kita pusing-pusing mencari orang asli Indonesia, lebih baik kita fokus pada persatuan Indonesia, karena Nenek Moyang kita dari mana-mana. Toh tidak ada istilah “pribumi” di sini, Pribumi hanyalah karangan bangsa penjajah Belanda. 

Seringnya perdebatan “Pribumi” dan “Nonpribumi” di masyarakat, menjadi sentimen negatif dalam persatuan Negara Republik Indonesia. Menurut Suara Wakil Rakyat, tidak masalah bila kita memang berbeda-beda, sesungguhnya hal inilah yang membuat Indonesia semakin kaya, yaitu kaya akan budaya. Kekayaan ini adalah sumber kekuatan kita untuk bersatu dalam perbedaan. Mengutip dari pernyataan Ketua DPR RI, Puan Maharani yang merupakan cucu dari bapak Proklamasi Indonesia Ir. Soekarno yang juga merupakan Presiden pertama Republik Indonesia, bahwa keragaman suku dan etnis di Indonesia adalah kekuatan yang menyatukan bangsa dan harus dijaga melalui toleransi dan persaudaraan, sebagaimana dicerminkan dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika. Semboyan ini menekankan bahwa meskipun terdapat perbedaan, Indonesia tetap merupakan satu kesatuan bangsa yang utuh. (RSE/01)

suarawakilrakyat@gmail.com

suarawakilrakyat@gmail.com

Recommended.

nov 27.3

Prancis Tangkap 4 Agen Intelijen Rusia

November 27, 2025
nov 20.5

Daftar Lengkap Pemenang AMI Awards 2025

November 20, 2025

Trending.

nov 3.2

25 Murid Bunuh Diri 

November 3, 2025
nov 3.1

Puncak Musim Hujan

November 3, 2025
nov 26.1

Ada Oknum Camat Cabul di Padang

November 26, 2025
nov 2.6

Makan

November 2, 2025
nov 23.1

Berita Dari Komisi II DPR RI

November 23, 2025
suarawakilrakyat (2)
  • Home
  • Breaking News

Categories

  • Reguler
  • Wakil Rakyat
  • Laporan
©2025 Suarawakilrakyat.com by MSW
No Result
View All Result
  • Home
  • Breaking News
  • ⁠Reguler
    • Nasional
    • Internasional
    • Olahraga
    • Hiburan
  • Wakil Rakyat
    • Komisi I-VI
    • Komisi VII-XIII
    • Berita Khusus
  • Menu Lainnya
    • Sosok
      • Profil
      • Wawancara
    • Spesial
      • Teknologi
      • Otomotif
      • Kesehatan
      • Sosial
      • Kuliner
    • kolom
    • Lainnya
      • Informasi Buku
      • Suara Redaksi
  • Laporan
    • Laporan Khusus
    • Laporan Papua
    • ⁠Laporan Utama

© 2025 SA - newsletter web by SA.