Suara Wakil Rakyat – Jakarta, Sebenarnya tak perlu ada ekspektasi apa pun dalam menyaksikan Wicked: For Good, mengingat film ini sejatinya adalah potongan lanjutan dari Wicked yang rilis pada 2024.
Mengingat bahwa momen produksi kedua film ini berlangsung bersamaan, juga didasarkan pada naskah yang dibuat dalam waktu yang sama, saya justru kaget saat melihat betapa beda atmosfer antara dua film tersebut.
John M Chu bersama tim penulis Winnie Holzman dan Dana Fox membuat penonton seolah memang menyaksikan pementasan yang babaknya terbagi secara jelas antara bagian pertama dengan kedua.
Pada bagian pertama, Chu lebih banyak memberikan gambaran manis soal Land of Oz dengan segala keajaibannya yang penuh warna dan kebahagiaan, serta kisah awal Elphaba yang memancing rasa iba. Maka tak heran, ada begitu banyak yang tersihir dengan Wicked (2024).
Namun dalam babak kedua ini, Chu bersama tim penulis mengubah atmosfer menjadi lebih berat. Mulai dari konflik antara pemberontak dengan tirani, kisah cinta segi banyak, intrik politik dan pencitraan publik, hingga drama keluarga. Kasarnya, semua masalah yang sudah terpendam sejak awal film pertama, meledak dalam 137 menit.
Bukan berarti lebih buruk, karena toh memang bersumber dari satu naskah yang sama. Namun karena film ini dimulai langsung saat cerita sudah masuk bagian masalah dan jeda yang hampir setahun sejak bagian pertama, hal itu saya rasa sedikit banyak memengaruhi seberapa cepat kemampuan film ini bisa langsung merangkul penonton.
Nonton yok (SWR/01)







