Suara Wakil Rakyat – JAKARTA, Pengawasan obat dan makanan di Indonesia terancam melemah. Rencana anggaran BPOM 2026 dipangkas lebih dari setengah, memicu peringatan keras dari DPR. Legislator khawatir, pemotongan 55,47 persen ini bukan sekadar angka di atas kertas—tapi bisa berujung pada ancaman nyata bagi keselamatan jutaan rakyat.
Anggota Komisi IX DPR RI menyoroti keras rencana anggaran BPOM tahun 2026 yang dipangkas hingga 55,47 persen. Pemotongan ini dinilai berbahaya karena bisa melumpuhkan fungsi pengawasan obat dan makanan di seluruh Indonesia.
Melalui mekanisme automatic adjustment, alokasi pengawasan hanya tersisa Rp 99,09 miliar dari total pagu Rp 1,64 triliun. Artinya, BPOM hanya mendapat 57,14 persen dari anggaran setelah penyesuaian.
Ketua Komisi IX DPR RI, Felly Estelita Runtuwene, menegaskan agar anggaran BPOM minimal sama dengan tahun 2025. “Pengawasan makanan dan obat itu nyawa rakyat. Tidak boleh dikorbankan,” tegasnya.
Wakil Ketua Komisi IX, Hj. Putih Sari, juga mengingatkan bahwa BPOM adalah garda terdepan perlindungan kesehatan. “Ini bukan sekadar administrasi, ini soal keselamatan bangsa,” ujarnya.
Kepala BPOM, Taruna Ikrar, memastikan pihaknya tetap maksimal meski anggaran seret.
“Kami akan efisien, berinovasi, dan berkolaborasi lintas sektor,” kata Taruna.
BPOM juga berperan penting dalam program nasional Makan Bergizi Gratis.
Tugasnya menjamin mutu dan keamanan bahan pangan sejak dari hulu hingga ke tangan anak-anak.
“Anak-anak Indonesia harus mendapat asupan sehat, aman, dan bergizi,” tegas Taruna.
Sebagai bentuk dukungan, Komisi IX sepakat mengusulkan tambahan anggaran Rp 5,43 triliun untuk BPOM. Usulan ini akan dibawa ke Kementerian Keuangan dan Bappenas.
Publik kini menanti apakah pemerintah akan mendengar suara DPR. Sebab, di balik angka-angka anggaran, yang dipertaruhkan adalah kesehatan seluruh rakyat Indonesia. (SWR/02)







